Perempuan mendominasi separuh populasi dunia dan mereka memiliki potensi untuk berkembang, menciptakan peluang baru, dan mengatasi kemiskinan.
Selama beberapa dekade terakhir, penelitian menunjukkan bahwa memberikan dukungan bagi perempuan dan mengembangkan potensi kewirausahaan mereka sangat penting untuk membangun masyarakat yang tangguh. Studi menunjukkan bahwa ketika perempuan bekerja, mereka menginvestasikan 90% dari pendapatan mereka kembali ke keluarga, dibandingkan dengan 35% untuk pria.
Dengan berfokus pada perempuan, pelaku usaha dan pemerintah dapat memacu kemajuan ekonomi, memperluas pasar, dan meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan untuk semua orang.
Inilah mengapa Facebook menginisiasi program #SheMeansBusiness pada tahun 2016 – sebuah komitmen jangka panjang untuk mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan dengan menyediakan pelatihan keterampilan digital dan kesempatan untuk memperdalam dan memperluas koneksi dan jaringan bisnis mereka.
Tahun ini, di tahun kelima program ini berjalan, kami sepenuhnya sadar bahwa semua prestasi yang diraih dalam beberapa tahun terakhir dapat dengan mudah hilang oleh pandemi. Hal ini pula mengapa tema Hari Perempuan Sedunia tahun ini – Choose To Challenge – sangat relevan.
Tema ini mengajak kita untuk menantang dan melawan bias gender dan ketidakadilan. COVID-19 secara tidak adil berdampak pada perempuan di seluruh dunia – penelitian menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung memikul tanggung jawab untuk merawat anggota keluarga, lebih mungkin kehilangan pekerjaan atau mengalami pemotongan gaji, dan lebih cenderung merasa kewalahan, stres atau gelisah.
Kami bermitra dengan beberapa lembaga untuk mempelajari kesetaraan gender di rumah dan di tempat kerja selama COVID-19 dengan masukan dari World Bank Group, UN Women, Ladysmith Collective, dan EqualMeasures2030. Lebih dari 460.000 orang di Facebook di lebih dari 200 negara berpartisipasi dalam survei ini, yang meneliti tentang akses yang dimiliki perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya, waktu yang mereka habiskan untuk pekerjaan tanpa upah, dan sikap mereka tentang kesetaraan.
Jawaban-jawaban mereka memberi kami harapan dan juga kekhawatiran. Ada beberapa alasan untuk khawatir; perempuan seringkali mendapat gaji lebih sedikit dibandingkan laki-laki, dan bergantung ke orang lain secara finansial. Seperempat perempuan khawatir tentang masa depan pekerjaan mereka, dan mengatakan bahwa mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan tanpa upah dan pekerjaan rumah tangga sebagai akibat dari COVID-19.
Berbagai kekhawatiran ini dikonfirmasi oleh studi Future of Business kami dengan Bank Dunia dan OECD yang menunjukkan bahwa usaha kecil menengah (UKM) yang dimiliki perempuan lebih cenderung melaporkan bahwa bisnis mereka tutup karena COVID-19, bahkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti skala bisnis, sektor bisnis yang mereka geluti, dan letak geografis. Studi tersebut menegaskan bahwa perempuan memikul beban tanggung jawab rumah tangga yang lebih besar. Di Asia Timur dan Pasifik, 20% dari perempuan wirausaha mengatakan bahwa mereka menghabiskan enam jam atau lebih setiap harinya untuk memikul tanggung jawab rumah tangga, dibandingkan dengan laki-laki (12%).
Ada juga masalah akses ke internet. Saat ini, hampir 52% perempuan di seluruh dunia masih belum menggunakan internet. Secara rata-rata, perempuan lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki ponsel dibandingkan pria (14%), dan 43% lebih kecil kemungkinannya untuk berinteraksi secara online.
Hal ini sangat disayangkan mengingat perempuan memanfaatkan pendidikan digital dengan efek yang lebih besar daripada pria. Sebuah studi menunjukkan bahwa ketika pria dan wanita memiliki tingkat kefasihan digital yang sama, wanita berhasil mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam penelitian yang kami adakan, kami menemukan bahwa perempuan wirausaha menunjukkan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi terhadap model bisnis mereka dalam merespon situasi COVID-19. Faktanya, perempuan wirausaha cenderung mendapatkan 50% hasil penjualan mereka melalui saluran digital.
Alasan untuk memupuk harapan ini berkaitan dengan fakta bahwa keadaan kini telah berubah. Mayoritas orang yang disurvei – termasuk pria – setuju bahwa perempuan dan pria harus memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan, pekerjaan dan pengambilan keputusan di rumah tangga. Studi lain telah mengkonfirmasi bahwa baik pria maupun perempuan berharap dunia digital akan memberdayakan putri mereka.
Kefasihan dan konektivitas digital juga dapat mengurangi halangan yang menghentikan perempuan untuk kembali mengejar karir atau memulai bisnis. Kesempatan untuk bekerja dari rumah dan mengatur jam kerja mereka sendiri berarti akan lebih banyak perempuan yang dapat bergabung dengan dunia kerja.
Sejak pandemi COVID-19 merebak, kami juga merilis survei bertajuk The Future of Business, berkolaborasi dengan OECD dan Bank Dunia untuk melihat bagaimana dampak COVID-19 terhadap operasional bisnis para pelaku usaha yang ada di atas platform Facebook. Survei ini kami lakukan pada periode Mei-Oktober 2020. Salah satu hasilnya menunjukkan, 91% bisnis kecil dan menengah yang dimiliki oleh perempuan yang berada di Facebook pada Oktober silam (dibandingkan 89% bisnis kecil dan menengah yang dimiliki oleh pria) melaporkan bahwa mereka terlibat dalam aktivitas yang mampu menghasilkan pemasukkan.
Jelas bahwa pemberdayaan ekonomi inklusif yang berinvestasi dalam program literasi digital dan meningkatkan konektivitas bagi perempuan dapat membuka potensi mereka untuk generasi mendatang.
Kami mengamati, bahwa setiap harinya semakin banyak orang yang menggunakan Facebook, Instagram dan WhatsApp, untuk terhubung dengan hal-hal yang penting dan bermakna untuk mereka. Saat orang-orang terkoneksi dan menjalin kebersamaan, kami percaya mereka dapat mencapai dan menciptakan hal-hal yang luar biasa. Karena itu kami akan terus menyediakan tools dan features yang memungkinkan hal tersebut, membangun komunitas, menciptakan dampak ekonomi dan tentunya mendorong semakin banyak hal positif bagi orang-orang Indonesia dan bagi #Indonesiaku
Pada akhirnya, dibutuhkan kerjasama yang erat untuk memastikan akses ke pendidikan keterampilan digital bagi semua, sebagai upaya mewujudkan harapan-harapan bersama tersebut. Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan berbagi kisah sukses dari beberapa perempuan #Indonesiaku yang saya harap dapat memberikan inspirasi bagi kita semua:
1. Timor Moringa – Meybi Agnesya Lomanledo
Bisnis Timor Moringa dimulai pada Januari 2018. Upaya sosial di bidang pengolahan kelor ini berawal saat Meybi melihat adanya masalah yang dialami petani kelor di Nusa Tenggara Timur. Harga jual daun kelor yang begitu rendah dinilai belum sesuai dengan berbagai manfaat yang ditawarkan. Faktanya, daun kelor memiliki semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia, dan tanaman ini tumbuh subur di NTT, hal ini sangat kontras dengan angka kasus stunting di NTT yang sangat tinggi. Melihat peluang tersebut, Meybi melakukan inovasi produk pangan berbahan dasar kelor bernama Timor Moringa. Varian produk yang kini tersedia yaitu Teh Celup Moringa dan Coklat Moringa, menggunakan 100% daun kelor organik dari Nusa Tenggara Timur yang kualitasnya diakui sebagai nomor 2 terbaik di dunia setelah Spanyol. Dengan menggunakan produk Timor Moringa, pembeli secara langsung membantu kelangsungan ekonomi para petani kelor lokal dari Nusa Tenggara Timur. Meski kekurangan tenaga yang memadai, Meybi tetap memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pengembangan bisnis Timor Moringa. Salah satu pilar bisnisnya adalah pemasaran digital yang saat ini digunakan yaitu melalui Instagram dan Facebook yang tentunya sangat memudahkan untuk menjangkau pelanggan sesuai segmen pasar yang diinginkan.
2. Kupang Shirt Kiosk – Dian Jimmy
Berawal dari keinginan membangun merek kaos unggulan di Kupang, Dian Jimmy mendirikan Kupang Shirt Kiosk pada bulan Oktober 2012. T-Shirt Kiosk menyediakan berbagai souvenir, serta pakaian siap pakai yang terbuat dari tenun tradisional dan modern. Setiap produk pakaian yang dijual merupakan desain asli yang mengangkat ciri budaya dan pariwisata Nusa Tenggara Timur. Desainnya yang unik dan berkualitas berhasil menarik minat wisatawan NTT untuk menjadi pelanggan utama T-Shirt Kiosk. Menyadari pentingnya strategi pemasaran digital, Kupang Shirt Kiosk menggunakan Facebook dan Instagram untuk memperkenalkan produknya, berinteraksi dengan pelanggan, dan mengadakan kompetisi online untuk meningkatkan brand awareness dengan calon pembeli yang umumnya berasal dari luar NTT. Kedepannya, Dian berharap bisa bekerja sama dengan lebih banyak desainer untuk mempromosikan pariwisata NTT melalui desain unik untuk produk pakaian.
3. BClux – Briskawati Hudji
Briskawati Hudji memiliki pengalaman dalam bisnis kerajinan tas sejak di bangku kuliah. Sempat berhenti untuk menekuni karir profesional, Briskawati akhirnya merelakan semua pekerjaan dan memilih mendirikan BClux pada awal tahun 2017. Seiring berjalannya waktu, Briska mulai tertarik dengan Sulaman Karawo yang terancam punah. Sulaman Karawo adalah kesenian unik yang hanya bisa ditemukan di Gorontalo di Indonesia. Bukan sekedar kerajinan tangan biasa, tapi juga memiliki filosofi hidup dan kehidupan masyarakat Gorontalo.
Melalui BClux, Sulaman Karawo dikembangkan menjadi produk tas modern, sebagai upaya Briska sebagai anak Gorontalo untuk turut melestarikan warisan budaya nenek moyang, khususnya di kalangan generasi muda. Saat ini sebagian besar pembeli BClux berasal dari Instagram, baik lokal maupun mancanegara. Untuk terus meningkatkan minat terhadap produk budaya, Briska bekerja sama dengan desainer untuk menghasilkan desain tas BClux yang lebih stylish dan mempromosikannya melalui Facebook dan Instagram.