Sejak kehadirannya di Indonesia pada 2016, Netflix secara aktif menaruh kepercayaan pada sineas Indonesia melalui berbagai bentuk kerja sama dengan mitra lokal, seperti Starvision, Falcon Pictures, Visinema Pictures, Lifelike Pictures, MILES Films, dan BASE Entertainment.
Netflix juga baru-baru ini menandatangani kerja sama produksi 2 film dari Indonesia yang rencananya akan tayang di 2021, serta telah melisensi sejumlah besar tayangan lokal.
Pada tanggal 26 Agustus 2020, Netflix mengadakan workshop virtual membahas proses pascaproduksi di Netflix. Lebih dari 300 insan perfilman lokal berpartisipasi tanpa biaya apapun dan belajar mengenai manajemen pascaproduksi, lokalisasi, proses penyuntingan gambar dan suara, serta manajemen aset di Netflix. Workshop ini merupakan bagian dari rangkaian Program Pengembangan Kapasitas Kreatif insan perfilman Indonesia kerja sama Netflix dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan senilai 1 juta dolar Amerika Serikat, atau lebih dari Rp14 miliar, yang diumumkan pada Januari 2020.
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, mengatakan
“Kami berbahagia dapat bermitra dengan Netflix yang telah membagi praktik terbaik tentang proses pascaproduksi di Netflix untuk meningkatkan kapasitas komunitas kreatif lokal. Indonesia memiliki potensi besar dalam menghasilkan cerita-cerita luar biasa untuk dinikmati penonton global, dan kami berharap dapat menghasilkan konten-konten berkualitas yang diproduksi dengan standar kelas dunia sehingga dapat mempromosikan budaya Indonesia.”
Netflix memanfaatkan teknologi untuk mendukung penceritaan yang luar biasa dan tetap melindungi visi kreatif para kreator, serta mempertahankan kualitas gambar dan suara berkualitas tinggi saat kamera mulai merekam, hingga saat anggota Netflix menonton hasil akhir yang terlihat dan terdengar persis seperti yang diharapkan di perangkat apa pun mereka menonton Netflix.
Gavin Barclay, Director Post Production, APAC, Netflix, mengatakan, “Kami percaya ada lebih banyak lagi cerita hebat yang dapat ditemukan di Indonesia dan kami ingin memainkan peran kami dengan cara membagikan praktik-praktik pascaproduksi terbaik kepada komunitas kreatif lokal sehingga mereka dapat membuat cerita Indonesia yang terbaik di kelasnya.”
Gavin juga menambahkan, “Kami baru saja mulai di Indonesia dan kami sangat bersemangat untuk mengembangkan kemitraan jangka panjang dengan studio dan sineas lokal.”
Berikut pendapat dari beberapa peserta workshop Virtual Pengenalan Pascaproduksi Netflix
Salman Aristo, konten kreator/CEO Wahana Kreator Nusantara Skenario Adaptasi Terbaik Festival Film Indonesia 2016 bersama Riri Riza untuk film Athirah (2016) menyampaikan bahwa workshop seperti ini sangat penting sekali selain karena memang sangat jarang diadakan, pascaproduksi merupakan proses yang sangat krusial dan menjadi tempat kita menata dan memasak, sehingga bukan hanya dari sisi teknis yang kita perlu jaga, tapi juga dari sisi kreatif.Semua informasi yang diberikan dalam workshop ini sangat penting, namun yang paling krusial bagi saya adalah pemahaman pekerjaan pascaproduksi itu tempatnya tidak di akhir.
Ini salah satu hal menarik yang saya peroleh dan saya sangat setuju sekali. Di tempat saya, Wahana Kreator, tim penyunting, color grading, dan sound sudah kita libatkan sejak awal
misalnya ketika diskusi skenario untuk mendengarkan arah cerita ini mau kemana, proses kreatifnya seperti apa. Dampaknya sangat luar biasa sekali, apalagi ditambah dengan keahlian mereka serta pengetahuan tambahan yang mereka peroleh dari diskusi-diskusi seperti hari ini. Mindset seperti ini yang penting sekali dibentuk di industri kita.
Harapan saya, workshop seperti ini dapat terus diadakan dan dapat membahas lebih detail terkait fungsi-fungsi yang ada di dalam proses pascaproduksi.
Ifa Isfansyah, Produser dan Sutradara Fourcolours Films Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia 2011 untuk film Sang Penari (2011) menyampaikan
Sebagai kreator, kita harus memikirkan teknis hasil akhir karena visi kreatif film merupakan sebuah seni yang tidak bisa bekerja sendirian. Kita juga harus memikirkan apa yang
diinginkan oleh pasar. Saat ini, output karya di dunia digital juga mendominasi, terutama Netflix yang menghasilkan tidak hanya cerita atau visi kreatif tapi juga kualitas teknis yang bagus. Artinya, kreator juga perlu memiliki pandangan bahwa proses realisasi visi mereka harus terjaga, mulai dari ide, pengembangan ide, proses syuting, hingga pascaproduksi. Proses yang panjang ini sangat mungkin membuat visi kreatif tersebut tidak terjaga. Alur kerja teknis yang dipaparkan hari ini membuat kreator semakin yakin bahwa seharusnya banyak faktor yang diperlukan agar karya tersebut sesuai dengan visi kreator karena membuat film merupakan pekerjaan kolektif. Pembahasan dalam workshop ini selain bermanfaat bagi pelaku industri juga mengkonfirmasi standar industri perfilman yang diperlukan.
Informasi mengenai pengendalian mutu (quality control) juga memberikan pemahaman baru bagaimana penyedia layanan streaming dalam menjaga kualitas konten di platformnya. Saya
mengapresiasi bagaimana Netflix dapat mengedukasi industri melalui workshop ini. Ketika pelatihan-pelatihan seperti ini dilakukan secara terus menerus akan menciptakan budaya perfilman yang baik dan menghasilkan konten yang berkualitas.