Cinta pertama tak akan pernah terlupakan. Sebuah proses soul searching yang akan membentuk siapa diri kita sebenarnya. Inilah yang dialami Galih, si murid teladan yang punya passion di musik namun belum pernah mengenal cinta; dan Ratna, remaja yang mengejar hal-hal instan, namun tak punya tujuan hidup. Perjumpaan di penghujung SMA berlanjut ke sebuah kisah cinta yang manis, menggebu-gebu dan juga pahit, yang membawa keduanya pada tahap pendewasaan di mana tanggung-jawab, tuntutan, dan passion saling berperang dan akhirnya berdamai.
Sutradara Lucky Kuswandi menganalogikan semua ini lewat warna abu-abu dari seragam SMA yang dipakai Galih dan Ratna. Abu-abu, sebuah warna transisi antara hitam dan putih. Dan masa SMA sebagai masa yang membingungkan, masa transisi antara remaja dan dewasa. Sebuah proses yang sulit, pahit, juga indah.
Terinspirasi dari novel berjudul Gita Cinta Dari SMA karya Eddy D. Iskandar, film Galih & Ratna merupakan a celebration of first love, passion, and music. Elemen musik dan proses kreatifnya adalah salah satu hal utama yang menyatukan Galih dan Ratna. Hal inilah yang membawa Generation G, sebuah platform youth and contemporary lifestyle yang berperan sebagai wadah bagi kaum anak muda urban yang berfokus di 4 pilar yaitu Art, Lifestyle, Music and Hobbies, untuk mendukung penuh film Galih & Ratna yaitu karena adanya kesatuan visi dan misi di pilar Music.
Sejumlah musisi papan atas dan berbakat negeri ini mewarnai keindahan film Galih&Ratna yaitu trio GAC , Rendy Pandugo, White Shoes & the Couple’s Company, Sore, Koil, Audrey Tapiheru, Cantika Abigail, Ivan Gojaya, Agustin Oendari dan juga Sheryl Sheinafia.
Film yang diproduksi oleh 360˚Synergy dan Nant Entertainment ini dibintangi oleh aktor pendatang baru Refal Hady sebagai Galih, dan aktris/penyanyi Sheryl Sheinafia sebagai Ratna, serta didukung oleh Marissa Anita, Joko Anwar, Ayu Dyah Pasha , Hengky Tornando, dan dengan special appearance oleh Rano Karno dan Yessy Gusman.
Sebuah kisah cinta yang abadi, di layar bioskop nasional dan juga di Malaysia dan Brunei mulai tanggal 9 Maret 2017.
SINOPSIS
Cinta pertama. Atau cinta monyet. Atau apalah itu. Semua pasti pernah merasakannya, terutama di masa-masa remaja yang indah. Tetapi ini tidak pernah dirasakan oleh GALIH (Refal Hady), seorang siswa SMA teladan tetapi introvert yang hidup dalam bayang-bayang almarhum ayahnya dan tuntutan ibunya yang harus struggle sebagai single-mother. Galih dipaksa mendahulukan pendidikannya dan bukan passionnya, agar tidak kehilangan beasiswanya dan masuk jalur prestasi universitas pilihan ibunya. Ibunya, MIRNA (Ayu Dyah Pasha), tidak ingin Galih mengikuti jalan hidup almarhum ayahnya, yang meninggal karena kekecewaan. Kecewa karena passionnya menghidupkan sebuah toko kaset bernama NADA MUSIK, harus bersaing dengan kencangnya dunia digital. Galih sendiri belum bisa melupakan ayahnya yang dikaguminya. Ia selalu membawa walkman ke mana-mana dan mendengarkan kaset Mixtape pemberian ayahnya. Isinya lagu-lagu radikal yang menginspirasi Galih untuk berani mengejar mimpinya, dan bukan menyerah dengan nasib dan tuntutan sistem.
RATNA (Sheryl Sheinafia), seorang siswi yang baru saja pindah ke SMA tempat Galih bersekolah. Pindah sekolah bukanlah hal baru baginya. Nilai-nilainya memang tidak cemerlang walaupun pada dasarnya dia adalah gadis yang pintar dan berbakat, dan ia sendiri tidak tahu passion hidupnya apa. Ia hidup tanpa tujuan, selalu mengejar hal-hal yang sangat instan. Layaknya anak millenials saat ini. Tetapi disaat ia sendirian, ia diam-diam suka menulis dan mengarang lagu, walaupun tidak pernah diselesaikannya. Ia tidak pernah menganggap passionnya serius, mungkin karena ia tidak pernah mendapatkan dukungan apapun dari ayahnya (Hengky Tornando). Ia selalu merasa tidak berbakat, tidak memiliki apapun yang bisa dibanggakan.
Di suatu sore, di lapangan belakang sekolah, Galih dan Ratna pun bertemu. Sebuah pertemuan yang sederhana. Ratna tertarik dengan walkman yang sedang didengarkan oleh Galih. Galih membiarkan Ratna mendengarkan Mixtape pemberian Ayahnya. Sebuah lagu pun berkumandang di telinga mereka. “Bersama dirimu terbebas dari Nestapa…” Mereka tidak kuasa untuk saling menatap. Tetapi jelas bahwa nestapa merekalah yang bisa menyatukan mereka.
Mungkinkah ini yang disebut dengan connection? Disaat mereka bertukar pendapat mengenai kehidupan masing-masing, Galih yang masih sangat analog, dan Ratna yang sudah sangat digital, mereka pun sadar. Bahwa perbedaan prinsip dan pandangan hidup mereka inilah yang bisa mendorong satu sama lain untuk lepas dari cengkaraman yang bernama sistem, dan berani untuk mengejar passion mereka. Dan perbedaan pandangan inilah yang juga berpotensi untuk menghancurkan hubungan mereka.
Inikah yang disebut dengan cinta pertama? Yang manis, menggebu-gebu, dan juga pahit? Yang berawal dari sebuah momen sederhana di lapangan belakang sekolah? Pada akhirnya, cinta pertama inilah yang membawa Galih dan Ratna ke tahap baru dalam kehidupan mereka. Sebuah tahap pendewasaan dimana tanggung-jawab, tuntutan, dan passion saling berperang dan akhirnya berdamai. Dan cinta pertama inilah yang akan selalu menjadi sebuah kenangan yang tidak akan mereka lupakan.
DIRECTOR’S STATEMENT
Abu-abu, sebuah warna transisi antara hitam dan putih. Sebuah warna yang bisa diartikan sebagai “penantian.” Menanti untuk sebuah perjalanan baru yang ujung akhirnya pun tidak diketahui.
Itulah masa SMA. Dimana kita dipaksa mengenakan warna abu-abu. Sebuah masa yang membingungkan dimana kita berada dalam transisi antara remaja dan dewasa. Proses pendewasaan merupakan proses yang sulit, pahit, juga indah. Sebuah proses soul-searching yang tidak akan bisa kita lupakan, yang akan membentuk siapa diri kita sebenarnya.
GALIH & RATNA adalah sebuah kisah mengenai kehidupan dalam transisi, dimana terdapat dua remaja yang tidak siap untuk menjadi dewasa. Tetapi mereka dituntut banyak oleh lingkungan mereka tanpa memperdulikan apa sebenarnya yang mereka inginkan. Mereka hanya memiliki satu sama lain untuk diam-diam saling menyemangati dan mengejar mimpi mereka.
CREW
Director : Lucky Kuswandi, Producers : Sendi Sugiharto ; Ninin Musa, Executive Producers : Gundo Susiarjo, Joseph Tarigan, M. Hananto, Sendi Sugiharto, Project Advisor : Rusli Eddy, Screenwriters : Fathan Todjon & Lucky Kuswandi, Director of Photography : Amalia TS, Art Director : Dita Gambiro, Costume Designers : Aksara Sophiaan & Darwita K Karin, Make Up : Ucok Al Basirun, Editor : Arifin Cuunk, Sound Designer : Satrio Budiono, Sound Recordist : Yusuf Pattawari, Music Composer : Ivan Gojaya dan Publicist : Nazyra C Noer