Bagi sebagian orang, menonton film komedi dapat menjadi obat alternatif ketika sedang dirundung kebosanan atau perasaan sedih. Dan karena tujuannya memang untuk menghibur, film komedi sering kali menjadi opsi utama ketika sedang memilih sebuah tontonan. Kamu mungkin pernah mengalami ini saat musyawarah kecil bersama teman-temanmu di bioskop, yang hasilnya tak jauh dari kalimat “Itu aja kayaknya lucu“. Kemudian pilihan jatuh ke film komedi.
Karena mudah disukai, akibatnya banyak filmmaker yang berusaha menyuguhkan film bergenre komedi untuk diangkat di layar kaca, terutama dari Hollywood. Tak perlu gambling karena film dengan genre komedi bisa dibilang akan mampu bertahan di layar lebar dengan kelucuannya itu. Mungkin pesaing ketat dari komedi hanyalah drama, yang hingga kini selalu mendominasi isi bioskop.
Namun sayangnya, banyak film bergenre komedi saat ini dibuat dengan konsep yang tak jauh berbeda satu sama lain. Kebanyakan dari film tersebut hanya memperhatikan isi dialog untuk dilempar menjadi tawa. Itu hal yang wajar memang, tapi karena pada dasarnya film adalah sebuah media audio visual, maka ekplorasi audio dan visual akan lebih baik jika dibuat berimbang. Bahkan sebagian orang merasa bahwa film yang baik adalah film yang mampu bercerita hanya secara visual, tanpa perlu mendengar audionya.
Ini mungkin yang ingin dibuktikan oleh Edgar Wright.
Bagi penikmat film komedi yang anti mainstream tentu akan mengenal Edgar Wright. Sutaradara beken asal Inggris ini memang terkenal dengan berbagai gaya penyutradaraannya yang khas. Edgar Wright menjadi salah satu sutradara inovatif yang mampu membuat film komedi tampak lebih bercerita secara visual.
Kemunculan Edgar Wright yang memikat banyak orang lahir saat ia merilis Shaun of The Dead. Film ini mengisahkan tentang seorang pegawai toko elektronik bernama Shaun dengan temannya Ed yang harus bertahan hidup melawan serangan zombie. Premisnya memang sangat sederhana, namun Edgar Wright mampu membuatnya menjadi lebih sophisticated.
Dalam film Shaun of The Dead, Edgar menampilkan beberapa teknik yang umumnya jarang kita lihat. Salah satunya ia mengeksplor bagian transisi antar scene dalam film tersebut menjadi tak biasa. Edgar mengabungkan beberapa gambar close up menjadi sebuah montase bercerita agar lebih mudah dipahami oleh penonton. Transisi ini dinamakan quick cuts, yang secara umum mengantikan transisi dengan gaya establish shot. Dengan quick cuts, Edgar mampu mengubah bagian membosankan dalam sebuah film menjadi lebih hidup. Akhirnya tanpa perlu basa basi mendengarkan dialog, penonton dibuat paham oleh tampilan visual Shaun of The Dead yang sudah memiliki pesan.
Cara bercerita yang mengedepankan unsur visual adalah pilihan yang tepat bagi seorang sutradara. Alasannya sangat sederhana, dengan elemen visual yang lengkap maka sutradara tak perlu menghabiskan durasi dengan menciptakan dialog berlebihan. Ini yang coba diimplementasikan oleh Edgar Wright di beberapa filmnya selain Shaun of the Dead yaitu, Hot Fuzz, Scott Pilgrim vs The World, dan The World’s End.
Tony Zhou dalam channel youtubenya Every Frame a Painting merumuskan beberapa teknik yang digunakan Edgar Wright dalam menciptakan komedi secara visual. Penasaran? Coba tonton video di bawah ini.