Pemerintah Indonesia melalui keputusan Presiden Joko Widodo telah meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid 10 yang intinya merombak Daftar Negatif Investasi (DNI). DNI merupakan ketentuan yang mengatur sektor dan bidang apa saja yang kepemilikannya bisa untuk asing.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pemerintah membuka 20 bidang usaha untuk asing dengan besaran saham tertentu, yang sebelumnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 100 persen.
Salah satu usaha yang paling disorot dan dibuka untuk asing adalah industri perfilman termasuk peredaran film. Di sektor ini, asing diperbolehkan untuk investasi 100 persen. Sebelumnya, para pekerja kreatif film Indonesia yang meliputi Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dan Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) mendukung penuh rencana Presiden Jokowi untuk membuka DNI di bidang usaha film sektor eksibisi, distribusi, produksi dan teknik. Revisi aturan ini dilihat sebagai sebuah peluang besar untuk memajukan industri perfilman nasional.
Baca Juga: Telkom Blokir Netflix Indonesia
Dengan dibukanya peluang investasi ini, maka diharapkan industri perfilman Indonesia dapat lebih maju lagi sehingga dapat bersaing dengan produk perfilman dari negara-negara tetangga seperti Korea, Jepang dan lainnya.
Berasarkan lansiran dari sindonews, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan, kebijakan ini juga untuk memotong mata rantai oligarki dan kartel yang selama ini hanya dinikmati kelompok tertentu. Contohnya, mata rantai yang terjadi dalam bisnis layar bioskop.
Saat ini jumlah layar bioskop yang dimiliki Indonesia hanya 1.117 layar atau hanya bisa diakses oleh 13% penduduk di Tanah Air yang kini mencapai 250 juta penduduk. Dan 87% layar itu ada di Jawa. Yang lebih ironis lagi, 35% gedung bioskop ada di Jakarta. Maka dengan demikian, para pelaku yang selama ini mendapatkan kemudahan menguasai semuanya ini, hanya 3-4 perusahaan. Tentunya Ini tidak baik untuk dunia perfilman kita. Maka, yang seperti ini pemerintah akan melakukan perubahan.
Apakah dengan kebijakan baru ini layar bioskop akan lebih banyak dan lebih terjangkau, apakah akan berdiri perusahaan distribusi film baru, apakah akan berdiri studio film (produksi) berskala internasional di Indonesia dan apakah dampaknya terhadap para sineas Indonesia? Hal-hal tersebut baru dapat terjawab setelah kebijakan ini telah benar-benar bergulir dan dijalankan dengan benar.