Leonardo DiCaprio. Penggemar film mana yang tidak kenal nama ini? Berbagai perannya selama lebih dari 25 tahun sukses menghipnotis jutaan kaum hawa. Serial Growing Pains, Romeo & Juliet, Titanic, The Beach, Catch Me If You Can, Gangs of New York, Inception, Django Unchained, The Great Gatsby, dan The Wolf of Wall Street hanyalah sebagian kecil dari banyak daftar film yang sudah ia bintangi. Ketika namanya disejajarkan dengan aktor legendaris papan atas seperti Jack Nicholson, Tom Hanks, atau Denzel Washington, hampir semua pihak setuju akan hal itu. Hanya satu hal yang membedakan Leo dengan aktor-aktor tersebut, piala Oscar.
Ya, nasib Leo memang belum seberuntung aktor lain kalau bicara Oscar. Beberapa kali masuk nominasi, tetapi selalu pulang dengan tangan hampa. Kesimpulan dari para kritikus tentang naasnya nasib Leo yang selalu gagal maning di ajang Academy Award ini adalah, tentang perannya yang selalu stereotipe. Rambut pirang, wajah klimis, penampilan “bersih”, adalah kesan yang selalu Leo tampilkan di setiap filmnya. Hal itu yang ditengarai membuat para juri Oscar belum mau melirik dirinya untuk dinobatkan sebagai jawara. Bukan rahasia lagi, kalau ingin menang Oscar, aktor dan aktris dituntut tampil “aneh bin nyeleneh”. Peran transgender ala Jared Leto, jadi kurus kering ala Christian Bale atau Matthew McConaughey, dan tambun ala Charlize Theron, adalah contoh kecil dari syarat akting total yang harus dilakukan, jika ingin membawa Piala Oscar pulang ke rumah. Tugas berat buat Leo, sampai akhirnya ia sampai pada kesempatan untuk tampil beda di film terbarunya, The Revenant.
Ketika pertama kali menyaksikan trailer-nya, sungguh saya langsung yakin kalau film ini bisa jadi kendaraan yang pas buat Leo untuk mencapai “obsesi”nya meraih Oscar. Saya pun makin yakin usai menyaksikan film ini, melihat peran yang sangat menonjol dan tampil beda dari peran-peran sebelumnya. Penampilan lusuh, kotor, dan brewokannya seakan cuma jadi hidangan pembuka bila dibandingkan dengan akting super gregetnya sepanjang film. Penampilan, ekspresi, bahasa tubuh, dan dialog verbalnya istimewa. Leo mampu menampilkan kesan seseorang yang sangat struggle dan berusaha survive dari bencana yang terus menyiksanya secara kontinu (silahkan ditonton sendiri filmnya supaya bisa merasakan “penderitaan” Leo).
The Revenant sendiri memang bukan karya sembarangan, karena dibesut oleh sutradara peraih Oscar lewat film Birdman, Alejandro González Iñárritu. Gaya pengambilan gambarnya yang unik, pemandangan musim dingin daratan Amerika yang indah, dan deretan pemeran familiar yang brilian, menambah nilai positif film ini. Akting terbaik yang tak kalah dari Leo adalah si sosok antagonis, Tom Hardy. Tom memang selalu menjadi sosok peran yang berbeda di setiap filmnya. Saya bahkan pangling dengan Tom Hardy di awal film ini.
Akhirnya, kalau ternyata Leo masih gagal juga menggondol Oscar di akhir Februari nanti ,hal itu akan menjadi kejutan yang luar biasa, mengingat saingannya yang lain juga sebenarnya tidak ada yang terlalu menonjol. Tapi saran saya buat Leo, kalau kali ini masih gagal juga, sebaiknya tidak perlu menjadikan Oscar sebagai obsesi. Karena sesungguhnya kemampuan akting Leo sudah tidak butuh pembuktian apapun. Piala Oscar hanyalah tanda pengesahan saja, yang sebenarnya tidak mengubah apapun.
Good Luck, Leo! Saya bertaruh makan malam menjagokan anda raih Oscar tahun ini.
Jangan lupa undang beruang grizzly nya ke atas panggung kalau menang ya, Leo!
Rating The Revenant : 8/10
Rating akting Leo: 9,5/10
Ditulis oleh:
Patia Jungjungan Monangdo Marbun
Ini adalah artikel review dari komunitas Cinemags dan sama sekali tidak mencerminkan pandangan editorial Cinemags. Anda bisa membuat artikel serupa di sini.