Sebelum membahas film yang didasarkan dari serial televisi 80an ini, mari sejenak me-review apa itu “film action”, setidaknya dari elemen-elemen ceritanya. Saya yakin gambaran-gambaran adegan klise akan spontan berkelisut di kepala: Protagonis (pria) petarung dan pemberani pembela yang lemah, dar der dor, wanita dalam bahaya, musuh yang mapan nan seimbang, penyanderaan oleh musuh yang sudah frustrasi dan “make a personal” dengan protagonista, sampai adegan si jagoan yang berjalan tenang tanpa terpelanting dengan latar belakang ledakan. Semua paket klasik tadi tersedia komplit di film arahan Antoine Fuqua dan dibintangi Denzel Washington ini (kerjasama kedua mereka setelah “Training Day”). Oh ya, antagonista di film ini adalah mafia Rusia (klise mana lagi yang didustakan?). Lalu, apakah “The Equalizer” akan menjadi sampah aksi yang membosankan ala “Transformers 4”, dan terlalu hura2 tertebak seperti “Expendables 2-3”?
Sudah awam diketahui kalau film aksi berbasis martial-military telah banyak berubah setelah The Bourne Series. Pendekatan karakter terhadap “the tough guys” semakin dalam, psikis, dan kompleks, demikian pula premis dan alur cerita yang seringkali tidak jauh dari unsur jejaring sistem dan teknologi. Sinematografi menggunakan tone agak kelabu dengan pergerakan kamera cepat dan tergesa (berbeda dengan tone film aksi 80-90an yang kuning cerah). Bourne Series telah berhasil mengubah satu generasi film James Bond, dan melahirkan Liam Neeson sebagai salah satu (coincidently!) aktor aksi terbaik saat ini. Jalur film aksi seolah tidak akan sama lagi. Benarkah?
“Jack Reacher” (2012) yang dibintangi Tom Cruise bagi saya adalah salah satu film aksi paling underrated di awal 2010. Untuk ukuran film aksi “masa kini”, cerita berjalan lambat dengan pengenalan karakter dan penguraian problema yang berbelit, plus antagonis klasik Hollywood ala Eropa Timur. Namun secara utuh, film ini sangat solid dengan aksi yang terukur serta klimaks dan memuaskan. Ternyata Hollywood berhasil lagi bersenda gurau dan bersintesa dengan old stuffs action
Fuqua, yang dikenal dengan film aksi macam Shooter, The Replacement Killer dan Olympus Has Fallen, berhasil meracik “The Equalizer” dengan premis klasik namun eksekusi dan racikan yang segar dan jauh dari kata bosan. Seperempat film dibuka dengan pengenalan karakter seorang Rob McCall dengan segala rutinitas hariannya sebagai pekerja toko bangunan dan perkakas. Hidup nyaman dan membosankan si Rob sedikit terusik dengan kehadiran Teri (dibintangi aktris Chloe Grace Moretz, yang semakin matang dan “matang”), PSK yang bermasalah dengan sindikat Russia yang jaringannya menguasai Boston. Rentetan kejadian-kejadian selanjutnya akhirnya membangkitkan naluri asli dari masa lalu seorang Rob yang ternyata punya skill dan naluri membunuh yang terlatih.
Akting seorang Denzel masih sangat khas dengan ekspresi over confident-nya. Begitu juga Chloe yang walau cukup sebentar munculnya, namun sangat berpengaruh bagi jalannya cerita. Di sisi teknis, keputusan Fuqua menggunakan banyak slow motion cukup membuat kangen mengingat sudah mulai jarang digunakan di film aksi berbasis military. Divisi musik dan tata suara juga cukup memuaskan dengan beberapa gubahan sound pop-techno yang juga melibatkan rapper Eminem. Namun yang paling membuat saya puas adalah aspek transisi-editing adegan yang rapi antara aksi dan non aksi. Kebanyakan film aksi yang gagal berada di titik ini karena editing antar adegan yang buruk akan berpengaruh pada mood dan klimaks penonton.
Akhir kata, “The Equalizer” adalah film aksi yang solid-pekat nan berkarakter, namun tetap narsis dan bergaya, serta tidak canggung untuk membangun penceritaan dengan pelan tapi pasti. Memang hampir tidak ada hal yang baru, namun sekali lagi itulah yang saya suka dari Hollywood, mereka hampir selalu berhasil bersintesa dan berhura-hura dari masa lalu untuk karya masa kini.
Ini adalah artikel review dari komunitas Cinemags dan telah disunting sesuai standar penulisan kami. Andapun bisa membuatnya di sini.