Harry Potter adalah salah satu film tersohor yang menggunakan unsur magic sebagai daya tarik filmnya. Tak ayal, film yang diangkat dari novel karya J.K. Rowling ini sukses besar di pasaran hingga dibuatkan delapan jilid filmnya. Bicara mengenai film yang mengangkat sihir sebagai tema utamanya, film klasik berjudul The Witches of Eastwick juga adalah salah satu film tentang sihir yang layak untuk disaksikan. Dibesut sineas yang menelurkan saga Mad Max, George Miller, film yang dibintangi Jack Nicholson, Cher dan Michelle Pfeiffer ini merupakan film sihir yang kental dengan unsur komedi.
Apa yang terjadi ketika tiga wanita yang saling bersahabat merasa tidak puas akan kehidupan mereka? Dan apa yang akan terjadi ketika ketiganya tidak mengetahui kalau mereka memiliki kekuatan sihir? Tanpa mereka sadari, ketiga sahabat ini memiliki nasib yang sama-sama kurang beruntung. Mereka kehilangan pasangan hidup mereka, suami Alexandra Medford (Cher) meninggal dunia, suami Jane Spofford (Sarandon) menceraikannya, dan suami Sukie Ridgemont (Pfeiffer) menelantarkannya. Suatu hari, mereka berkumpul dan membicarakan sosok pria yang mereka idamkan. Tanpa disangka, keesokan harinya, seorang pria misterius bernama Daryl Van Horne (Nicholson) secara tiba-tiba muncul dan membuat kegaduhan di lingkungan tempat tinggal mereka. Daryl hadir untuk memikat hati ketiga wanita ini yang pada saat itu mulai menyadari akan adanya kekuatan yang mereka miliki.
The Witches of Eastwick adalah film adaptasi dari novel karya John Updike berjudul sama. Namun filmmaker membuat beberapa perubahan dalam filmnya hingga tidak serta merta mirip dengan novelnya. Pertama adalah jalan ceritanya yang tidak sekelam novelnya. Dalam novel, Daryl diceritakan menikahi seorang wanita muda bernama Jenny, yang kemudian dikutuk oleh ketiga wanita tersebut menggunakan sihir mereka. Di akhir cerita, ketiga wanita tersebut menciptakan sosok pria idaman mereka masing-masing dan meninggalkan kota Eastwick. Perbedaan juga terletak pada karakter Daryl yang dalam novel digambarkan lebih playboy, gila, dan egois. Lalu, meski sama-sama ber-setting di Rhode Island, namun filmnya ber-setting pada tahun 1980-an berbeda dengan novel yang menggunakan setting tahun 1960-an.
Film berdurasi 118 menit ini mendapat respon yang beragam ketika dirilis untuk pertama kali. Variety menuliskan bahwa film ini sangat lucu dan orang tidak akan bisa menolak untuk tertawa ketika menyaksikan film ini. Namun, beberapa kritikus menganggap jika film ini terlalu berlebihan, membingungkan dan memiliki ending yang konyol. Salah satu yang menjadi pusat perhatian dari film ini adalah akting Jack Nicholson yang dinilai sangat meyakinkan. The Witches of Eastwick juga terbukti sukses dalam beberapa ajang penghargaan dengan mendapat dua nominasi Academy Awards, satu nominasi Grammy Awards, dan memenangkan BAFTA Awards untuk kategori Best Special Visual Effects.