Sepertinya menonton film Diego Maradona, film dokumenter HBO yang mendapat pujian kritis tentang kehidupan pesepakbola ikonik tersebut, terasa hampir wajib setelah kematian pemain legendaris asal Argentina itu di usia 60 tahun
Diego Maradona adalah pesepakbola yang sangat berbakat, tetapi juga seorang individu yang cacat, dan film yang dirilis pada tahun 2019 tersebut berhasil memenangkan banyak pujian karena menunjukkan baik terang maupun gelap kepribadian sang legenda.
Film dokumenter ini dibuat dengan menggunakan lebih dari 500 jam rekaman yang belum pernah dilihat sebelumnya, dan sebagian besar bersetting sekitar waktu transfer Diego Maradona di Barcelona dan Napoli pada tahun 1984, dan kesuksesan berikutnya yang dinikmati penyerang tersebut selama waktunya di Italia.
Dengan bantuan Maradona, Napoli memenangkan dua gelar Serie A (yang pertama dalam sejarah klub), Copa Italia, dan Piala UEFA pada 1988/89. Pengalaman inilah yang membantu penyerang Argentina tersebut menginspirasi negaranya untuk mencapai kemenangan di Piala Dunia 1986. Ia berhasil memukau penggemar sepak bola di seluruh dunia dengan kemampuannya dan keinginannya untuk menang dengan segala cara termasuk dengan cara yang kontroversial. Tidak diragukan lagi, ini adalah momen terbaik yang dinikmati Maradona sebagai pemain; ia mencapai status hampir seperti dewa di antara penduduk setempat di Napoli dan negaranya, Argentina.
Sineas Asif Kapadia – yang mendapat banyak pujian dengan filmnya Senna dan Amy – berhasil menjelaskan tidak hanya Maradona sang pesepakbola, tapi juga Maradona sang pria. Rekaman pemain di rumah bersama istri dan anak-anaknya, dan juga perilakunya yang kontroversial di luar lapangan, melukiskan gambaran pahlawan yang cacat.