Film komedi SMA, atau drama coming-of-age, atau drama komedi romantis remaja, atau beberapa perpaduan di antara ketiganya, menjadi fitur mingguan di Netflix. Formula kisah yang sejatinya kian menjemukan ini sekarang dihimpun dari seluruh penjuru dunia, melayani golongan pangsa pasar remaja potensial yang selama ini masih belum banyak dirangkul, yakni para LGBTQ+. The Half of It, yang memulai kiprahnya di Netflix awal Mei lalu, bisa didaulat semacam tribut untuk itu, karena kisah karya penulis sekaligus sutradara Alice Wu ini menyuguhkan kisah cinta segitiga kompleks, yang salah satu sisinya adalah cinta terhadap sesama jenis.
Di sebuah kota kecil bernama Squahamish, fokus utama The Half of It adalah Ellie Chu (Leah Lewis), seorang gadis berdarah Cina-Amerika yang menggunakan kepintarannya dengan membuka jasa penulisan tugas sekolah dan hampir semua siswa menggunakan jasanya. Tidak hanya pintar, Ellie juga adalah pekerja keras, giat belajar, rutin menulis, mampu memainkan serta menciptakan aransemen musik, tahu tentang film-film lama dan para filsuf Prancis, dan entah bagaimana berhasil memenuhi kebutuhan rumahnya.
Untuk hal terakhir ini, Ellie terpaksa melanggar peraturannya sendiri dan menerima tugas menulis yang berbeda – surat cinta dari Paul (Daniel Diemer) atlet sekolah pemalu yang ditujukan untuk siswi tercantik di sekolah, putri seorang pastor bernama Aster (Alexxis Lemire), yang sebenarnya sudah menjalin hubungan dengan siswa badung paling populer di sekolah mereka. Dalam situasi normal atas pertimbangan moral, Ellie akan menolak tawaran ini, namun ancaman tagihan listrik yang akan diputus memaksanya untuk menerima, tanpa ia sempat memperhitungkan akibat kompleks yang akan mulai dihadapinya.
Pada dasarnya: surat buatan Ellie sangat meyakinkan dan hasilnya saling berbalas. Baik Ellie sebagai Paul dan Aster ternyata sama-sama penggemar buku dan punya pikiran mendalam, sehingga banyak kesamaan yang bisa digali antara mereka berdua.
Akan tetapi saat Aster setuju langsung bertemu dengan Paul, sang pemuda berbeda jauh. Yang didapatinya adalah seorang pria baik yang hanya bisa terpaku memandangnya tanpa bisa saling bertukar pikiran. Kecocokkan mereka dari interaksi surat yang sudah tumbuh tampaknya menghilang secara langsung. Walaupun di ambang kegagalan, Ellie tetap berjuang lewat pesan maupun surat yang terus dikirimkannya, sehingga Aster jatuh hati pada Paul secara pemikiran, yang sebenarnya adalah Ellie.
Namun situasi bertambah kompleks, saat seiring interaksi langsung dengan Ellie yang makin sering, ketertarikan Paul secara berangsur-angsur berpindah padanya, sementara Ellie mulai berpikir apakah dirinya mungkin menyukai Aster, menjurus mencintainya.