Sebagai film yang bertemakan superhero, Batman v Superman: Dawn of Justice (kedepannya akan disebut BvS) bukanlah yang terbaik, namun akan sangat salah jika disebut sebagai film yang buruk.
BvS adalah film kedua dari urutan timeline DC Cinematic Universe yang disutradarai oleh Zack Snyder, yang juga menyutradarai Man of Steel. Walaupun BvS merupakan film kedua, film ini adalah pembukaan sebenarnya dari universe tersebut dan memegang peranan sangat penting. Setelah saya menonton film ini, melihat banyaknya materi-materi yang diselipkan, BvS seakan membuka banyak pintu untuk film-film DC berikutnya. Bisa dibilang juga bahwa menurut saya BvS adalah sebuah ‘brosur’ tentang kemungkinan cerita-cerita yang akan terjadi dalam DC Cinematic Universe.
Dunia dalam film ini digambarkan sangat serius dan kelam. Beberapa scene ditampilkan secara teatrikal dan tersirat. BvS menonjolkan permasalahan moral yang terjadi pasca kehadiran Superman dan kondisi setelah peristiwa melawan Zod. Kondisi masyarakat yang ditampilkan masih dalam tahap penyesuaian akan kehadiran Superman yang dianggap dewa dan juga dianggap sebagai ancaman, menjadikan film ini sangat dewasa dan ceritanya tidak begitu bisa dimengerti untuk anak-anak.
Dalam struktur cerita dan plot, BvS terlalu tergesa-gesa dalam menceritakan sesuatu. Beberapa elemen cerita terkesan hanya lewat begitu saja padahal bagian tersebut mungkin sangat penting dan menjelaskan event-event yang akan terjadi dalam film. Mungkin saya harus menonton film ini sekali lagi untuk dapat mencerna sepenuhnya apa yang ingin disampaikan sang sutradara. Klimaks BvS yang seharusnya menyentuh dan mengejutkan kurang begitu bisa saya rasakan. Dialog juga terasa hambar dan biasa saja, kurang memberikan kesan greget yang seharusnya ada (atau paling tidak, saya harapkan ada) mengingat tone dari film ini yang gelap dan sangat serius.
Karakter-karakter yang ditonjolkan dari film ini bisa dibilang agak berbeda bila dibandingkan dengan komiknya. Superman yang diperankan oleh Henry Cavill disini ditampilkan penuh kebingungan dan galau karena kehadirannya yang cukup kontroversial dan menjadi perdebatan masyarakat Metropolis mengingat event yang terjadi di Man of Steel dan Superman disini berada di posisi yang dilematis. Batman versi Ben Affleck ditampilkan sangat garang terlihat dari latihan fisik yang keras dan gaya bertarungnya yang brutal namun itu semua masih terasa normal mengingat Batman di film ini memang digambarkan penuh amarah. Menurut saya Lex Luthor yang digambarkan agak jauh dari komiknya. Tetap menonjolkan sifatnya manipulatif dan cerdas, namun Luthor versi Jesse Eisenberg membuat Luthor disini sedikit ‘gila’ dan terkesan psikopat. Wonder Woman yang diperankan oleh Gal Gadot cukup menarik perhatian, namun karakternya disini tidak begitu dijelaskan karena memang durasi kemunculannya yang sedikit membuatnya masih menjadi misteri. Karakter Doomsday di film ini terkesan hanya selingan saja dan tidak meninggalkan kesan berarti.
Untuk experience dalam menonton film ini saya merasa sangat puas. Efek visual ditampilkan secara apik dan bombastis, penuh ledakan dan kehancuran dimana-mana. Setiap adegan pertempuran ditampilkan sangat memukau dan memuaskan mata membuat saya enggan memalingkan pandangan dari layar. Dilengkapi dengan scoring dari Hans Zimmer dan Junkie XL yang sudah tidak perlu diragukan lagi kemampuannya membuat emosi yang ingin ditonjolkan dari setiap scene yang ditampilkan semakin kuat.
Batman v Superman: Dawn of Justice merupakan sebuah film yang sangat disayangkan untuk dilewatkan, baik itu untuk penonton yang tidak begitu mendalami dunia komiknya maupun bagi penggemar berat DC Universe. Menonton film ini membuat saya kegirangan dan penasaran bagaimana cinematic universe dari DC akan ditampilkan kedepannya. Sebagai sebuah film, Batman v Superman: Dawn of Justice bukanlah film yang sempurna. Namun film ini merupakan pondasi yang kuat untuk keberlangsungan DC Cinematic Universe.