Memasuki bulan keempat di tahun 2020, iklim bisnis tanah air sedang lesu, pasalnya pandemi COVID-19 yang sedang merebak membuat aktivitas usaha mengendur. Sejumlah sektor usaha yang terkena dampak ini adalah industri manufaktur, industri retail, wisata, perhotelan, penerbangan, dan lainnya. Bahkan, Sri Mulyani mengatakan bahwa dampak ekonomi yang berasal dari pandemi COVID-19 lebih kompleks dibandingkan krisis yang pernah menimpa Indonesia pada tahun 1997-1998 dan 2008-2009 seperti dilansir dari detik.com.
Banyak perusahaan memberlakukan peraturan work from home agar dapat menghindari penularan virus Corona. Salah satunya adalah startup penyedia pekerjaan paruh waktu, Sampingan. Ketika dikontak oleh tim Paper.id, Wisnu Nugrahadi selaku CEO dari Sampingan juga menjelaskan bahwa Sampingan juga sudah memberlakukan work from home bagi semua karyawan. Selain itu, mereka juga menerapkan protokol kebersihan bagi setiap orang, termasuk Kawan Sampingan, sebutan untuk mitra Sampingan.
Selain itu, Ritase sebagai salah satu platform logistik terkemuka di Indonesia juga memberlakukan hal yang sama. Lewat sebuah wawancara langsung, Andrew Wong selaku VP of Finance dari Ritase mengatakan bahwa mereka juga sudah memberlakukan work from home untuk 80% karyawan mereka dan sudah berjalan selama 3 minggu. Selebihnya, mereka menggunakan sistem shifting agar kegiatan operasional tetap berjalan.
Secara tidak langsung, hal ini juga turut membentuk kebiasaan baru bagi setiap orang. Tidak hanya kaum pekerja yang terbiasa dengan work from home, tapi juga bagi masyarakat umum dengan pola konsumsi mereka.
Bagaimana agar tetap bertahan di tengah gempuran ketidakpastian?
Perubahan yang terjadi memberikan efek yang besar terhadap konsumen dan produsen. Dampak-dampak tersebut tampak dari kebiasaan sehari-hari, di tempat kerja, dan penggunaan teknologi yang meningkat.
Orang-orang yang awalnya kerap mengunjungi kafe, restoran, dan tempat-tempat perbelanjaan, kini lebih memilih untuk berbelanja, membeli makanan dan minuman via online. Hal ini turut terlihat dari meningkatnya penggunaan layanan pesan antar online selama wabah virus ini berlangsung seperti dilansir dari Katadata.co.id.
Banyak perusahaan startup juga mengencangkan ikat pinggang agar tetap bertahan. Dea Surjadi selaku Head of Indonesia dari Golden Gate Ventures juga mengatakan bahwa, “Krisis ini sayangnya tidak akan berakhir dalam waktu yang cepat. Startup harus benar-benar memonitor kondisi keuangan/cash flow-nya agar tetap bisa bertahan melalui masa krisis ini. Belum ada yang bisa menebak kapan tingkat konsumsi masyarakat dan perekonomian bisa bangkit kembali, jadi berbagai upaya untuk cost dan budget-control perlu dilakukan secara efektif, sebisanya hingga akhir tahun ini. Namun, di satu sisi juga penting untuk bisa beradaptasi, mencari kesempatan apa yang bisa diraih di masa perubahan ini. Misal dengan produk berbeda yang bisa ditawarkan ataupun cara menawarkannya.”
Para pengusaha di bidang food and beverage melihat hal ini sebagai pilihan alternatif untuk mendapatkan omzet. Mereka menjual produk mereka secara online serta membuat promo-promo menarik yang diumbar lewat media sosial.
Orang-orang juga lebih memilih untuk menggunakan pembayaran digital untuk urusan pembayaran. Selain lebih praktis, pembayaran digital juga menghindarkan mereka dari resiko penularan virus lewat uang tunai.
Akselerasi penerapan industri 4.0 sebagai upaya kebangkitan
Selepas wabah COVID-19 berakhir, dunia akan merasakan perubahan yang besar dalam berbagai macam aspek, terutama bisnis. Penerapan teknologi digital dirasa menjadi sebuah hal yang hukumnya wajib untuk dilakukan.
Lewat wawancara yang dilakukan oleh tim kami, Business Coach Tom MC Ifle juga turut memberikan pandangannya. Coach Tom berpendapat filosofi berpikir dan cara kerja manusia akan jauh berbeda dan lebih bergantung kepada teknologi. Orang-orang akan mengandalkan teknologi, dan momen ini bisa menjadi momen akselerasi penerapan revolusi industri 4.0 di Indonesia.
Ada 3 faktor penting untuk memastikan bisnis agar tetap berjalan menurut Coach Tom, yakni keuangan, timing, dan karyawan. Ketiga faktor tersebut saling berkesinambungan dan melalui banyak tahapan trial and error, yang dapat melahirkan pola bisnis baru yang akan berlaku di masa yang akan datang.
Melihat fenomena ini, Jeremy Limman selaku CEO Paper.id berpendapat bahwa, “Wabah COVID-19 ini tidak hanya akan berdampak pada masyarakat dan kaum kesehatan. Semua bisnis di berbagai sektor, besar maupun kecil, akan menerima dampak secara langsung dan tidak langsung. Bagi perusahaan besar atau yang sedang di atas angin saat wabah ini pun harus siap untuk menunjukkan sikap altruisme dalam membantu rekan bisnis mereka untuk mencegah krisis sistemik. Dan tentu, semua bisnis sudah harus menyiapkan rencana kontingensi dalam menghadapi krisis pandemi masa depan dari segi digitalisasi proses bisnis, merencanakan cash flow yang lebih kuat, dan memperkuat rantai pasokan.”
Bukan tidak mungkin akan terjadi perubahan pola kebiasaan di masa depan, di mana hal ini mempengaruhi banyak aspek, seperti dunia usaha. Hal ini bisa menjadi sebuah fenomena yang mendorong munculnya pola kerja baru dengan berpusat pada software atau artificial intelligence, sebagai dampak dari perubahan zaman. [Array Firdaus]