Saat begitu banyak kritik datang menghujam pada film adaptasi dongeng klasik Snow White yang dikemas dengan pendekatan kontemporer di masa perilisannya, tidak banyak yang menyangka bahwa Universal akan melanjutkan rencana jangka panjangnya untuk saga ini, yakni dengan menghadirkan kisah terusannya. Terlebih, dalam proses pengerjaan proyek ini sempat terjadi skandal yang makin menambah sorotan miring yang diberikan.
Walaupun demikian, harus diakui bahwa pihak kreator sangat beralasan untuk mempertahankan Snow White and the Huntsman. Pasalnya, saga ini punya daya jual potensial yang tergolong besar. Sebagai penyegar ingatan perlu diinformasikan kembali bahwa seperti halnya film pendahulunya, apa yang diketengahkan di sini meski notabene adalah hasil penggabungan dua kisah dongeng yang berbeda, sama-sama mengetengahkan plot cerita yang belum pernah tertuang sebelumnya.
Faktor potensial penarik penonton lainnya adalah kemasannya yang menyuguhkan dongeng klasik dengan setting fantasi ala era trilogi Lord of the Rings, yang menghibur dan megah, meski tersamarkan. Sudah tentu karakteristik-karakterisik itulah yang demikian kentara di film babak keduanya ini. Memanuver kisahnya, dari kisah salah satu Disney Princess paling populer, ke tokoh sentral lainnya, The Huntsman Winter’s War menitikberatkan kisahnya pada dua inti permasalahan, yakni ikatan persaudarian kakak-beradik Ravenna dan Freya, dan satu lagi adalah polemik cinta antara dua insan Eric dan Sara. Jika dibandingkan dengan film pendahulunya, The Huntsman rasanya akan menjadi penempat salah satu film bertipe lanjutan yang mampu melampaui performa film pendahulunya. Pasalnya, dari berbagai aspek, meski selisihnya tidak terpaut jauh, film yang sekarang digarap Nicolas-Troyen, visual effect supervisor dan second unit director Snow White and the Huntsman yang kini naik pangkat menjadi pemegang kendali penyutradaraan ini sedikit lebih baik. Masuknya dua nama berkualitas, Emily Blunt dan Jessica Chastain, lumayan menghadirkan dimensi watak lebih luas ketimbang yang harus dihadapi Kristen Stewart di film pertamanya.
Walaupun keduanya tidak terlalu berhasil memberikan impact yang sangat signifikan dan ini bukan merupakan performa terkuat mereka, kehadiran Chastain dan terutama Blunt cukup menambah bobot konflik yang dikedepankan kali ini. Pasalnya, lagi-lagi yang mampu mencuri perhatian di sini adalah Charlize Theron, si pemeran Ravenna. Seakan makin menjiwai peran sang ratu jahat, Theron tidak lagi terpancing untuk tampil meledak-ledak dan selalu berteriak seperti kala ia memainkan peran yang sama di film pertamanya, namun lebih cenderung lembut tapi mengancam, yang sejatinya punya tingkat kesulitan lebih tinggi untuk mewujudkannya. Selain Theron sosok yang juga punya jasa menghindarkan film ini dari jurang keterpurukan adalah aktris Sheridan Smith yang mampu menjalankan fungsinya sebagai penghadir tawa.
Kelebihan lain dari film ini adalah segi wardrobe fantasinya yang sangat memanja mata, yang sayangnya hanya berfungsi sebagai eye candy belaka, tidak terlalu berpengaruh pada kualitas cerita, Pendeknya, selain performa para pemainnya dan wardrobenya, tidak ada hal istimewa lainnya yang mampu membuat film ini hasilnya lebih baik lagi. Visualnya tidak jauh berbeda, porsi aksi maupun dramanya cukup menghibur, meski di paruh keduanya jalinan kisahnya mungkin bisa membuat bosan dan apa yang disajikannya cukup klise. Kelemahan dari film ini juga terdapat di segi editingnya, di mana beberapa adegan yang dirasa tidak perlu dan memiliki tingkat signifikansi rendah masih juga dihadirkan yang membuat penuturan kisah ini terasa sedikit bertele-tele.
Dilihat dari berbagai aspek, seperti sudah disinggung sebelumnya, The Huntsman berhasil menunaikan misi melampaui film pertamanya. Namun, mengingat pembandingnya adalah film yang juga tidak tergolong film bagus, ukuran ini bukan merupakan jaminan audiens maupun kalangan kritikus akan dapat dipuaskan. Namun, jika ekspektasi yang ditujukan hanya sebatas menyaksikan sebuah pop corn fantasy movie, sekadar cuci mata melihat visual fantasi yang indah nan megah dan pemupus kerinduan pada salah satu pemain sentralnya, atau menyukai film pertamanya, tidak ada salahnya untuk menjadikan ini sebagai salah satu alternatif tontonan Anda.