Setelah sukses dengan Good Pitch Asia Tenggara di tahun 2017, In-Docs bekerja sama dengan Doc Society, dan didukung oleh Bekraf, Ford Foundation, @America dan Skoll Foundation menggelar Good Pitch Indonesia , yang akan dilangsungkan pada 5 September 2019 dengan fokus kepada film-film dokumenter Indonesia.
IN-DOCS In-Docs adalah organisasi budaya terkemuka di Indonesia yang mengolah bakat-bakat dokumenter, membangun ekosistem untuk film-film dokumenter, dan membantu mereka mencapai dampak sosial.
Pada tahun 2017, Good Pitch Asia Tenggara yang diselenggarakan oleh In-Docs menggalang dana lebih dari USD 160.000 dan menjalin lebih dari 100 kemitraan baru untuk dampak film tersebut. Dalam dua tahun terakhir saja, film-film yang didukung In-Docs telah ditampilkan dan memenangkan penghargaan di festival film di seluruh dunia, termasuk IDFA, Festival Film International Rotterdam, Festival Film Dokumenter Sheffield, Festival Film Internasional Singapura, MOMA Doc Fortnight, dan banyak lainnya.
DOC SOCIETY Doc Society adalah pencipta model Good Pitch, dan telah mengumpulkan lebih dari USD 30,000,000 selama 10 tahun terakhir melalui lebih dari 40 acara Good Pitch di 15 negara di seluruh dunia. Good Pitch telah menjadi perantara bagi lebih dari 1.600 kemitraan dengan organisasi dan individu di seluruh dunia, sambil membimbing lebih dari 500 pembuat film. Lebih dari 100 kampanye dampak untuk keadilan sosial sekarang beroperasi di seluruh dunia setelah dipresentasikan pada acara Good Pitch.
Program mentoring dan live crowd-sourcing yang inovatif ini bertujuan memperluas dampak sosial film-film dokumenter terpilih.
Film-film terpilih dalam Good Pitch Indonesia 2019 adalah:
1. PESANTREN (A BOARDING SCHOOL)
Sutradara: Shalahuddin Siregar
Sebuah potret intim dari sebuah pesantren yang mengajarkan perdamaian dan toleransi sambil mendidik santri-santri muda yang bertanggung jawab.
Pesantren, sebuah dokumenter yang dibuat dengan pendekatan observasional, mengajak penonton untuk menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Cirebon. Institusi pendidikan tradisional berbasis agama Islam yang dipimpin seorang ulama perempuan ini adalah sekolah dan rumah bagi 1.200 santri. Di sana, santri-santri dididik untuk menghargai dan mengasihi semua ciptaan Allah tanpa terkecuali.
2.BARA (THE FLAME)
Sutradara: Arfan Sabran Iber Djamal (77) telah menyaksikan puluhan tahun deforestasi yang merajalela di Kalimantan. Ikutilah upaya terakhirnya untuk menyelamatkan tanah leluhurnya dari perusahaan kelapa sawit yang invasif.
3. HIDUP DENGAN BENCANA (LIVING ON TOP OF THE FAULT)
Sutradara: Yusuf Radjamuda Setelah tsunami dahsyat dan pencairan yang merenggut lebih dari 4.000 jiwa di Palu tahun 2018 lalu, sekelompok warga yang selamat dari bencana tersebut menginisiasi program literasi agar pengetahuan tentang mitigasi bencana, baik dari kebijaksanaan lokal, ilmu pengetahuan, dan sejarah, bisa diteruskan ke generasi-generasi berikutnya.
Ketika serangkaian gempa dan tsunami melanda Sulawesi Tengah pada tanggal 28 September 2018, baik pemerintah daerah dan masyarakat menyadari bahwa mereka tidak memiliki strategi mitigasi. Sulawesi Tengah terletak di patahan Palu-Koro yang aktif bergerak 30—40 mm per tahun.
Gempa bumi besar telah tercatat dalam sejarah kolonial karena pergerakan patahan, tetapi sejarah ini diabaikan; baik oleh masyarakat umum maupun pembuat kebijakan di Sulawesi Tengah, untuk menghasilkan strategi pembangunan yang singkat.
Hidup dengan Bencana mengajak hadirin masuk ke dalam gerakan komunitas paling penting di Sulawesi Tengah setelah bencana mematikan yang merenggut lebih dari 4.000 jiwa. Di tengah- tengah gerakan adalah seniman/aktivis yang ingin membawa kembali kearifan lokal yang dilupakan dan sejarah lisan tentang mitigasi bencana.
Saat ini, pemerintah dan badan-badan bantuan asing berencana untuk membangun tembok laut raksasa bernilai miliaran dolar untuk melindungi pantai Sulawesi Tengah dari tsunami. Akankah pembuat kebijakan dan lembaga pembangunan mendengarkan dan bekerja sama dengan gerakan akar rumput yang lebih partisipatif dan berkelanjutan?
4.MENGGAPAI BINTANG (AIM FOR THE STARS)
Sutradara: Ucu Agustin Dua gadis remaja buta yang telah berteman sejak kecil menemukan cara untuk mencapai impian mereka di dunia yang tidak dirancang untuk mereka.
Menggapai Bintang (Aim for the Stars) bercerita tentang dua teman masa kecil yang memiliki keterbatasan penglihatan, yang sekarang adalah gadis remaja yang hidup terpisah di dua benua yang berbeda, Amerika Utara dan Indonesia. SALSA (17) tidak dapat melihat sejak lahir. Dia harus tinggal di asrama untuk anak-anak dan remaja berkebutuhan khusus untuk mendapatkan akses ke sekolah inklusif di Jakarta. DEA (17) dibawa oleh orang tuanya ke Amerika Serikat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Kedua sahabat itu tetap berhubungan dan bersatu dalam semangat, terlepas dari kenyataan berbeda yang mereka hadapi sehari-hari. Salsa ingin menjadi guru matematika, sementara Dea mengejar hasratnya menjadi penulis. Dea adalah penulis untuk majalah daring sekolahnya sementara Salsa terlibat dalam sebuah band.
Melalui pengalaman Salsa dan Dea sebagai remaja tunanetra, Menggapai Bintang ingin menggerakkan penonton untuk melihat melampaui apa yang sekarang tersedia bagi kaum muda disabilitas, dan membayangkan apa yang dapat mereka raih dengan adanya peningkatan akses pendidikan.
5.WASTE ON MY PLATE
Sutradara: David Darmadi Sebuah perjalanan pengamatan pembuat film yang meneliti interaksi kita dengan sampah plastik; bagaimana kita menghasilkan limbah, dan bagaimana limbah itu kembali ke piring kita.
Melalui eksplorasi visual yang sinematis, Waste on My Plate menampilkan sebuah realita terburuk sebagai dampak dari cara hidup manusia modern Indonesia; seberapa masifnya kita memproduksi sampah yang tanpa disadari pada akhirnya akan kembali ke kita lagi. (cinemags/nutylaraswaty)