Di ranah perfilman nasional, nama Lumine Studio memang baru mengawali debut perdananya menangani penataan spesial efek. Namun, melalui film aksi fiksi ilmiah Foxtrot Six, nama studio CGI milik anak negeri ini mampu unjuk gigi Mampu menyuguhkan visualisasi dan spesial efek yang tidak kalah dengan film-film produksi Hollywood, Lumine Studio sekarang mulai diperhitungkan sebagai penyedia spesial efek berkelas. Berkenaan hal itu, Cinemags pada edisi kali ini menghadirkan sesi tanya jawab dengan pihak Lumine Studio yang diwakili oleh Andi Wijaya (Managing Director / Foxtrot Six CGI Supervisor) dan Fabian Loing (Production Director ) mengenai apa yang mereka kerjakan dan tantangan yang dihadapi saat mengerjakan Foxtrot Six.
Kiri-Kanan : Andi Wijaya > Managing Director / Foxtrot Six CGI Supervisor, Fabian Loing > Production Director
(Cinemags: C): Kapan mulai berdirinya Lumine studios ?
(Lumine Studio: LS):Lumine berdiri tahun 2006. Awalnya kami sama-sama merupakan lulusan Vancouver film school. Lalu, ketika kami kembali ke Indonesia memutuskan untuk mendirikan Indonesian House di bidang CGI.
(C): Apakah saat itu sudah langsung memutuskan terjun khusus di bidang perfilman atau pelbagai bidang dulu?
(LS): Pelbagai bidang dulu. Dan, awalnya susah banget. Pada saat itu, di tahun 2006 Indonesia bisa dibilang bidang CGI masih lumayan jarang. At that time, we do everything. Dapat apa, kami kerjakan. Very struggling in the beginning, tapi eventualy the last three years berjalan bagus bagi kami.
(C): Setiap projek kan berbeda dalam hal kapasitas dan standarnya, bagaimana Lumine menyiasatinya?
(LS): Jadi untuk setiap projek itu kami mempunyai program start up yang berbeda-beda yang nantinya kami sesuaikan environmentnya dengan projek yang sedang dikerjakan.
(C): Khusus untuk perfilman sendiri, bagaimana awal terjunnya Lumine ke perfilman nasional?
(LS): Untuk awal di ranah perfilman nasional sendiri, keterlibatan dalam Foxtrot Six ini merupakan kali perdana kami. Dan, kami senang sekali karena dapat kesempatan untuk involve di perfilman nasional dan langsung mendapat kepercayaan untuk proyek layar lebar berskala besar pula. Apalagi film layar lebar sudah tentu jauh lebih prestisius ketimbang televisi.
(C): Bisakah diceritakan bagaimana awal mula keterlibatan Lumine di Foxtrot Six ini?
(LS): Awalnya kami mendapat contact dari produsernya. Lalu, kami mengirimkan contoh-contoh apa yang sudah pernah kami kerjakan dan apa yang bisa kami tawarkan untuk proyek ini. Dan, mereka suka. By luck and by chance, kami mendapat kepercayaan untuk terlibat.
(C): Apakah Lumine tahu bahwa insan di balik proyek Foxtrot Six ini salah satunya adalah Mario Kassar, salah satu legenda Hollywood di bidang film laga era 89-90an, seperti Rambo dan masih banyak lagi?
(LS): Sama sekali tidak. Sehingga sudah tentu kami merasa kaget sekaligus senang ketika mengetahuinya.
(C): Apakah saat mengerjakan proyek Foxtrot ini ada standarisasi dari pihak kreator ataukah Lumine mendapat kebebasan? Apakah ada koridor-koridor tertentu atau bagaimana?
(LS): Kita mendapat kebebasan sih, tapi tentunya dalam koridor dan direction dari sang sutradara sendiri (Randy Korompis-red). Karena kan, dia yang punya visi, dia yang punya cerita, kita harus ngikutin dia yang punya direction. Tapi, enaknya dia memberi kebebasan pada kita untuk mem-produce visual yang kami rasa cocok untuk film tersebut.
(C): Umumnya setiap film itu memiliki color palette atau tone tersendiri. Dari apa yang tersaji dalam Foctrot Six apakah itu merupakan permintaan kreator ataukah dari Lumine sendiri?
(LS): Tetap directionnya dari mereka, terutama dari DoP-nya. Lighting, film vision seperti bagaimana, dan kita follow dia punya direction tapi pembuatannya kita dikasih kebebasan.
(C): Berapa lama waktu yang dibutuhkan Lumine untuk menciptakan tata CGI di Foxtrot Six ini mulai dari konsep hingga ke pengeksekusiannya?
(LS): Lumayan lama. Kurang lebih satu tahun. Pada prosesnya kami melakukan komunikasi yang sangat intens.
(C): Lalu, apa tantangan terbesar yang dihadapi Lumine saat menangani proyek Foxtrot ini?
(LS): Yang pasti deadline… selalu deadline ya (tertawa). Tantangannya memang untuk proyek Foxtrot ini memang konten CGInya sangatlah banyak. CG doublenya yang harus kita bikin dari masing-masing karakter, seperti Gecko, Kodiak, scenenya waktu skydive, jadi itu tantangannya sangatlah banyak. Jadi kita waktu dari awal, kita sudah memikirkan bahwa tidak mungkin selesai kalau dikerjakan secara manual. Jadi kita menggunakan 3D scan, untuk menciptakan CGInya, terus untuk pergerakan juga kita memakai motion capture, untuk mempercepat proses pengerjaannya.
Simak Interview lengkap dengan team Lumine Studio di
majalah Cinemags edisi 225
Terakhir apa harapan Lumine pada industri perfilman di Indonesia di sektor spesial efek?
(LS): Seperti sudah kami utarakan sebelumnya, sudah tentu semoga para filmmaker semakin banyak yang mau berkreasi dengan menghadirkan film-film dengan genre yang tidak biasa, konten lebih diverse, sehingga menuntut perusahaan spesial efek seperti kita untuk menghasilkan karya yang lebih menantang lagi karena menurut kami dengan cara ini kualitas spesial efek di Indonesia bisa meningkat.