Fenomena era baru film superhero sebenarnya dimulai oleh Marvel lewat Film Iron Man yang dirilis tahun 2008 hingga puncaknya ketika The Avengers dirilis pada tahun 2012 di mana sebuah genre baru tercipta yaitu pola cinematic universe. Ide brilian ini membuka mata para penonton dan sineas Hollywood karena terbukti sukses secara komersial dan sangat disukai penonton. Sejak saat itu cinematic universe menjadi tren baru di hollywood yang tidak saja menjangkiti film bergenre superhero tapi merambah ke beberapa genre film. Setiap tahun kita selalu disuguhi oleh beberapa judul film superhero yang kebanyakan didominasi oleh tokoh-tokoh dari komik Marvel. Marvel sendiri adalah rival abadi dari DC Comics di dunia bisnis komik sejak dahulu. Marvel sudah sukses menelurkan beberapa judul film dan berhasil membangun Marvel Cinematic Universe (yang lebih kita kenal dengan sebutan MCU) yang solid dan terus berkembang sampai ke serial televisi. Di sisi lain DC Comic cukup tertinggal jauh dan baru mulai bangkit lewat Trilogi Batman karya Christopher Nolan. Sukses dengan Batman, DC mencoba membangkitkan karakter-karakter utamanya, dimulai dengan Man Of Steel, sebuah film reboot tentang Superman yang direncanakan sebagai awal dari penciptaan DC Cinematic Universe (dikenal dengan sebutan DCU). Setelah cukup lama menunggu, DC akhirnya mengumumkan sekuel Man of Steel yaitu “Batman Vs Superman: Dawn of Justice” bersamaan dengan timeline film-film DC lain yang akan mengarah pada terbentuknya Justice League, penonton bersorak gembira dan hal ini menandai rivalitas di dunia film antara Marvel dan DC telah dimulai.
Marvel dan DC, dua seteru abadi yang mendominasi dunia komik dan kini film
Setelah menunggu 3 tahun dan penundaan hampir 1 tahun dari jadwal rilisnya, di tahun 2016 ini fans akhirnya mendapat kesempatan untuk melihat seperti apa pertarungan yang fenomenal antara kedua superhero yang sudah kita kenal lewat film Batman Vs Superman: Dawn of Justice. Judul film ini sontak mengundang rasa penasaran para penikmat film terlebih para fanboy yang memiliki ekspektasi besar terhadap film ini. Boleh dibilang ini adalah salah satu judul film yang paling ditunggu di tahun ini. Sejak awal promo marketing film ini cukup masif, mulai dari gambar-gambar Batmobile, kostum terbaru Batman, berita kemunculan cameo2 anggota Justice League di film ini sampai kemunculan Wonder Woman. Sejak awal tahun penonton sudah dibombardir dengan teaser dan trailer promo dari film ini. Setiap trailer sukses mengundang rasa penasaran tetapi banyak juga yang berpendapat poin-poin penting dari film sudah banyak yang dibocorkan lewat trailernya Indonesia termasuk yang cukup awal mendapat jadwal rilis film ini, yaitu 23 Maret 2016, bahkan sudah tayang premier sejak tanggal 19 Maret lalu di bioskop. Jujur saja, saya sebagai pecinta film juga penasaran dengan bagaimana pertarungan kedua superhero ikonik ini di layar lebar. Sejak awal saya masih memiliki feeling 50:50 antara film ini akan Hype atau Flop karena track record Zack Snyder lewat film-filmnya belum cukup meyakinkan saya bahwa dia bisa membawa film ini ke arah yang benar. Beban besar berada di pundak Zack Snyder selaku sutradara karena kesuksesan ataupun kegagalan film ini akan berdampak pada rencana keseluruhan DC Cinematic Universe yang sedang dirancang DC. Film ini juga sekaligus ajang pembuktian bagi DC untuk bisa bersaing dengan Marvel di kancah film superhero
Plot Berlapis dan Padat Namun Tidak Kohesif
Secara garis besar film ini memiliki banyak plot dan subplot tapi seakan terkotak-kotak dan tidak mampu menyajikan konflik sang manusia baja dan manusia kelelawar secara utuh, di mana seharusnya konflik itulah inti dan kekuatan cerita film ini. Bagian pertama film ini menyajikan cerita mengenai asal-usul Batman dan alter egonya Bruce Wayne serta bagaimana awal konflik antara kedua superhero ini berawal, terlihat Zack Snyder berusaha memberikan porsi lebih di awal untuk Batman dikarenakan Snyder ingin penonton mendapatkan kesan bahwa Batman di film ini adalah Batman versi yang berbeda dari versi Christopher Nolan. Batman di sini adalah Batman yang sudah berpengalaman selama 20 tahun lebih dalam memberantas kejahatan dan sangat waspada terhadap ancaman meski ancaman itu belum nyata di waktu sekarang. Film ini juga mencoba mengangkat topik apakah aksi Superman dapat dibenarkan, apakah Superman bertujuan melindungi manusia atau sebenarnya dia merupakan ancaman untuk umat manusia. Topik ini menarik dan bisa berhasil dengan sangat apik tapi sayangnya film ini tidak begitu berhasil membawakan dengan baik. Konflik ini hanya terasa di permukaan dan kurang didalami, padahal konflik ini penyebab utama kedua superhero ini berselisih paham
Superman, Penyelamat atau Pembawa Bencana?
Setelah kita diperkenalkan dengan Kedua superhero dengan masing-masing alter-egonya, kita masuk pada perkenalan Lex Luthor, lagi-lagi di film ini latar belakang kenapa Lex Luthor membenci Superman tidak begitu jelas, penonton seakan diharapkan sudah tahu bahwa Lex Luthor adalah musuh Superman. Lex Luthor menyusun rencana yang menjadikan Superman sebagai pihak yang dianggap betanggung jawab atas beberapa tragedi yang terjadi di film yang pada puncaknya membuat Batman menganggapnya sebagai ancaman yang harus dieliminasi. Hingga bagian ini seharusnya banyak yang dapat dieksplorasi tentang karakter masing-masing dan tentang konflik utama film ini tetapi pihak Studio mengambil langkah yang bisa dibilang berisiko. Penonton diperkenalkan dengan meta-humans sebagai jembatan untuk film Justice League dan pembuka DCU di mana salah satunya adalah karakter Wonder Woman yang baru memiliki peran cukup banyak di akhir cerita. Belum selesai sampai di situ masih ada kejutan lainnya yang tidak disangka, musuh terbesar superman yaitu Doomsday (di film ini diceritakan mayat Jendral Zod dihidupkan kembali lewat proses Kryptonian sebagai Doomsday oleh Lex Luthor) muncul sebagai lawan terakhir yang harus dihadapi. Terlihat film ini tidak fokus dan berambisi ingin mencapai beberapa tujuan sekaligus, memunculkan tokoh2 utama yang akan dipersatukan di Justice League, mengedepankan konflik Batman dan Superman, serta mencampurkan cerita dari beberapa komik (pertarungan Superman dan Doomsday)
Clash of Two Heroes
Meski kurang dari segi cerita, tetapi dari segi aksi dan efek CGI yang ditampilkan patut diberi pujian, saya puas melihat Batman versi terbaru yang diperankan oleh Ben Affleck di sini, cara yang digunakan Batman dalam menghadapi musuh2nya digambarkan cukup brutal namun efektif. Aksi kejar-kejaran dengan Batmobile dan Batwing pun sangat seru. Aksi kehancuran Metropolis di awal film pun digambarkan dengan baik dan mengena karena menggambarkan bahwa ada korban bejatuhan di sisi manusia. Bagian pertarungan dengan Doomsday pun terbilang seru apalagi ditambah dengan kehadiran Wonder Woman dan bagaimana ketiganya bersatu untuk menghentikan Doomsday. Khusus bagian akhir ini terbilang masif karena skala kerusakan yang ditimbulkan, akan tetapi sayang sekali Doomsday hanya digunakan kurang dari 30 menit padahal karakternya adalah musuh besar superman yang mempunyai nilai historis di komik. Bagian pertarungan antara Batman dan Superman memang bagus dan berusaha mengikuti komiknya akan tetapi konklusinya terlalu sederhana dan tidak bermakna mendalam, padahal ini adalah inti film ini.
Doomsday, karakter antagonis yang kurang dieksplorasi
Dari sisi skor musik, Hans Zimmer mampu menciptakan suasana yang membuat kita tetap terjaga dengan setiap fase yang terjadi. Musik background yang diberikan terasa sangat pas dan tidak berlebihan, tidak ada yang misplaced. Hans Zimmer membuktikan bahwa dirinya memang komposer yang pantas diperhitungkan di Hollywood
Dinamika Karakter Yang ada, Menjawab Keraguan atau Menimbulkan Keraguan? Wonder Woman (Gal Gadot) dan Batman (Ben Affleck), diperankan dengan apik dan pas
Sejak awal casting pemeran-pemeran film ini, keraguan terbesar ada pada Ben Affleck, apakah dia mampu memberikan performa yang sama atau melebihi Batman versi Christian Bale, fans tidak mau Ben Affleck merusak citra Batman yang sudah dibangun dengan sangat Baik oleh Christopher Nolan. Tetapi setelah menonton film ini, saya puas dan suka melihat Batman versi Ben Affleck, alter egonya Bruce Wayne pun diperankan dengan baik. Batman di sini betul-betul terlihat sebagai yang sudah berpengelaman, mengetahui tindakan dan segala konsekuensinya. Sisi aksinya sebagai Batman sangat fluid dan efektif dalam melumpuhkan musuh. Walau pada pertarungan akhir Batman seperti agak kurang “membantu” tapi secara keseluruhan Batman versi terbaru ini tidak gagal. Begitu pula dengan Wonder Woman yang diperankan oleh Gal Gadot, mirip seprti Ben Affleck, awalnya dia juga diragukan bisa memerankan tokoh Wonder Woman ini tapi anggapan itu salah, Gal Gadot benar benar scene stealer di sini. Gal Gadot berhasil memerankan Diana Prince yang elegan dan di saat yang sama juga menunjukkan dirinya bisa menjadi wanita yang perkasa dan tangguh sebagai Wonder Woman. Cerita tentang dirinya memng tidak dieksplor banyak karena disimpan untuk film solonya tahun depan. Wonder Woman versi Gal Gadot terbutkti dapat berdiri sebanding dengan Superman maupun Batman. Karakter Lex Luthor dalam film ini bisa dibilang cukup kontroversial, Zack Snyder mencoba bereksperimen dengan karakter Lex Luthor, sayangnya eksperimennya membuat Luthor lebih sebagai sociopath dan pebisnis yang gila ketimbang jenius. Lex Luthor adalah tokoh antagonis penting dalam DC Comics, sayang sekali motivasinya yang membuat dirinya membenci Superman tidak digambarkan dengan jelas. Motivasinya dalam berbuat kejahatan juga tidak digambarkan dengan begitu jelas. Bagi saya karakternya cukup mengganggu, karena Luthor terlihat seperti orang yang menderita penyakit hiperaktif/ ADHD.
Jesse Eisenberg sebagai Lex Luthor yang kontroversial
Bagi yang belum menonton Man of Steel mungkin akan sedikit bingung mengenai hubungan Lois Lane dan Superman di film ini, karena tidak ada backstory lagi mengenai mereka di film ini. Chemistry di antara keduanya cukup berhasil dibangun. Karakter Perry White di film ini kurang begitu menonjol, perannya tidak lebih dari Pimpinan Daily Planet tapi tidak ada ciri khas yang dimunculkan dari karakter ini. Sementara karakter Lois Lane mungkin bisa dibilang cukup ceroboh terkadang dan agak mengganggu karena keberaniannya yang kadang tidak memakai perhitungan, padahal Lois Lane versi komik adalah wanita yang berhati-hati dan pintar. Karakter Alfred pun tidak luput dari modifikasi Zack Snyder, mungkin bisa dibilang versi di film ini adalah Alfred yang serba bisa mulai dari pelayan, mentor, mekanik, dan support untuk Batman ketika melakukan aksinya. Versi Alfred ini tidak sepenuhnya buruk, bisa dibilang cukup berhasil tapi perubahannya cukup drastis jika dibandingkan dengan Alfred yang kita kenal selama ini.
Kesimpulan
Batman, sebagai tokoh sentral film Batman Vs Superman
Secara keseluruhan film ini tidak buruk, banyak adegan-adegan aksi yang dapat kita nikmati dan efek CGI yang memukau. Akan tetapi salah satu kekurangan terbesar film ini adalah film ini terkotak-kotak dan tidak menyajikan solusi yang utuh, seperti yang sudah saya sampaikan di atas bahwa akibat banyak tujuan yang ingin dicapai sekaligus (mungkin karena pihak Studio dikejar oleh deadline agar tidak tertinggal oleh Marvel) menyebabkan pesan utama film ini tidak tercapai dengan baik. Keputusan film ini untuk menutup dengan pertarungan Doomsday dan “kematian” Superman merupakan bukti bahwa ini adalah upaya kejar tayang. Film yang seharusnya merupakan pertarungan kedua ikon superhero telah berubah menjadi ajang pertaruhan oleh pihak Studio sebagai kunci untuk membuka fase selanjutnya. Saya yakin film ini bisa lebih baik seandainya tidak banyak plot yang berusaha dimasukkan sekaligus. So pesan saya ketika menonton film ini, nikmati aksinya dan berusahalan menerima ceritanya walapun banyak yang harus ditambal. Semoga sekuel-sekuel berikutny bisa memperbaiki kekurangan ini.